Mahasiswa kampus identik dengan kata demo, dan Indonesia identik dengan kata demokrasi. Lalu bagaimana dengan mahasiswa indonesia? "Demo Kerasi?" Ini adalah tulisan lama yang gw sempat tulis, tapi ga sempet gw publish.
Saat gw nulis ini, gw masih berada dalam organisasi. Jadi perasaan politik dan idealisnya agak menggebu-gebu gitu. Tapi, sekarang beda lagi , perasaan itu udah mulai terkikis perlahan. Yang gw temukan di tulisan ini pun sebenarnya ga tau kemana arah tulisan ini. silahkan di baca jika kalian mempunyai waktu luang.
Mereka
semua mati. Entah kenapa. Aku masih tak mengerti dengan apa yang telah mereka
lakukan. Aku pun tidak melakukan apa-apa. Aku hanya ikut karena mereka
mengajakku untuk bersuara bersama, katanya. Aku pun tak tau suara yang mana.
Hingga saat ini para pemuda yang
tadinya aktif dalam menegakkan keadilan katanya itu telah kembali ke sisi yang
maha kuasa. aku pikir mereka pintar untuk hal yang menyangkut nyawa, tapi pada
akhirnya mereka mati sia-sia. Tidak, mereka tidak mati sia-sia, mereka mati
untuk negaranya.
*
Selasa sore aku masih duduk di
depan kantin yang berada di belakang kampuku. Tempat biasanya kami berdiskusi.
Tak ada tempat lain lagi, semua tempat di kampus kami gunakan sebagai pajangan
kampus, termasuk sebuah taman. Taman yang indah dulunya saat masih kami gunakan
sebagai tempat untuk bersantai sore. Namun tidak sekarang, taman itu sudah
dikandangi.
Kami masih menunggu yang lainya,
kami akan mengadakan sebuah rencana besar. Mereka bilang hal ini akan merubah
dunia. Aku tidak tahu bagaimana mereka melakukannya. Tapi yang pasti mereka
akan bersuara di depan pemerintahan, dan akan memberikan sesuatu yang besar
untuk negara, katanya.
Ketika yang lainya sudah datang dan
kami berdiskusi tentang orasi yang akan di adakan di depan pemerintahan. aku
masih asik dengan mainan baruku, yaitu gadged yang didapat dari jabatanku saat
ini. aku ditugaskan sebagai menteri komunikasi di badan eksekutif ini. aku
masih tidak tahu apa guna ku, tapi yang sudah kulakukan adalah mengumpulkan
informasi dan memberikan nya kepada mahasiswa lainya. Aku sudah melakukannya.
Aku bukanlah orang yang pintar
dalam mengkritik, aku lebih cenderung mengikuti alur yang telah ada. Tapi
katanya di dalam keanggotaan kami ini tidak seperti itu. Mereka bilang bahwa
kami ini adalah orang yang melawan arus, yang akan menjadi orang yang menegakan
keadilan.
Setelah rapat usai, sore ini memang
agak berbeda dari suasana sore biasanya. Hari ini terlihat ramai. Mungkin
karena mereka punya semangat besar yang akan melaksanakan rencana besar esok
hari.
Hari ini adalah 28 oktober. Kami
para pemuda tau itu hari kami. Ya, hari sumpah kami. kami berkumpul di depan
pemerintahan. Seperti yang dikatakan dalam obrolan sore kemarin, kami akan
menggalakkan suara kami untuk indonesia. Bukan bernyanyi, tapi berorasi.
Sore pukul 3 banyak sekali
arak-arakan yang bertuliskan tegakkan keadilan, kembalikan orang hilang, sampai
ungkap pembunuh munir. Polisi berjaga menbentuk pagar betis di luar pagar
pemerintahan. Kami para mahasiswa berkumpul di sini. Berjuang menegakkan
keadilan.
Suasana makin panas, ujuk rasa
menjadi sedikit anarkis. Seseorang dalam kerumunan berteriak. “BAKAR
PEMERINTAHAN..!!!” Aku terkejut mendengarnya. Lalu ia menaiki sebuah panggung
kecil berwarna merah yang digunakan untuk bersuara. Dia mengungkapkan bahwa “keadilan
harus di tegakkan, mahasiswa tidak buta, mahasiswa melihat segala
permasalahannya, dan pemerintah hanya diam saja. BAKAR PEMERINTAHAN…!!!”
Suasana menjadi ricuh, orang-orang
berlarian. Menerobos ingin masuk pemerintahan. Melawan polisi berbadan besar.
serta Ban bekas di bakar menandakan keanarkisan. Aku pun berlari. Bukan
menerobos untuk masuk kedalam, tapi untuk menjauh. Namun yang lain tetap
bergelut dalam kerumunan.
Beberapa saat kemudian ,beberapa
mobil polisi datang, melancarkan serangan gas air mata. Kini kumpulan mahasiswa
terkepung oleh ratusan polisi.
Suasana sejenak meredam. Tapi
ketika polisi akan menagkap para orator. Tapi, Sebuah bom molotof di lepaskan
kepada seorang polis yang hendak menahan orator. Tidak diketahui dari mana
datangnya bom itu. suasana dikabutkan dengan gas air mata. Suasana kini pecah
menjadi hujan tembakan.
Aku masih melihat dari kejauhan.
Aku mendengar bunyi tembakan yang dilepaskankepada pemuda-pemuda yang bersuara
itu. Aku kini berada di kerumunan orang-orang yang menonton pertunjukan besar
ini. Aku masih tak mengerti.
Aku berlari dari kerumunan
orang-orang yang berseragam polisi itu, aku berlari dari orang orang yang
menyebut mereka pemuda dan aku lari dari orang-orang yang menyaksikan perperangan
itu. dan hingga aku menemukan plang yang besar yang terpajang di sisi jalan,
bertuliskan :
Soempah Pemoeda Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
MARI BERJUANG BERSAMA, KITA PARA
PEMUDA MATI UNTUK NEGARA,
AYO TEGAKKAN KEADILAN ?
Dan aku termenung melihat kata-kata
itu. bukan isi sumpah pemudanya,tapi isi dari ajakan mereka. “AYO TEGAKKAN
KEADILAN”. Jika mahasiswa berjuang untuk negaranya, para pemerintah berfikir
untuk negaranya, para masyarakat bekerja untuk negaranya, lalu keadilan yang
mana yang mau di tegakkan ?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar